Edelweiss

Posted by Baru Tahu

Begitu Aku rindu pada setiap inci belaian-belaian suaramu.

Lagi dan lagi, tak pernah aku lewatkan deru ombak yang menyapu lembut hitamnya karang di palung-palung tawa dan canda. 

Tiada pernah aku menyapa pelangi yang terbias indah dengan warna cinta ketika badai debu dan gerimis pilu mereda. 

Tiada aku tahu begitu ramah sinar mentari pagi dalam misterinya, dibalut benang-benang biru yang terajut membentuk bayangan-bayangan asa. 

Sayang...Kita tak pernah tahu. 

Karena tak ada rayu ketika tangkai putri malu tertunduk saat kita berdua mencari jawab tentang tanya pada semua senyum tulus. 

Kupasrahkan segenap raga, kutitip seluruh jiwa. 

Andai kau yakin pada aliran-aliran mata hati yang mengaliri telaga-telaga di pinggiran hutan cemara, takkan pernah aku ambil kembali semua jiwa. 

Biarkan ia tetap mendaki, menuruni lembah dan bukit-bukit hijau di matamu. 

Biarkan tetap indah. 

Sampai kau takkan pernah meninggalkan setiap serpihan-serpihan bintang-bintang di utara. 

Seperti Dosa, namun terlalu indah untuk kata dan sebuah arti yang terlarang. 

Apa kau tahu, setiap kecupan-kecupan dihati bagaikan seorang ibu yang menidurkan bayinya, didalam dekapan, diatas pangkuan, dengan belaian-belaian selembut kain sutra yang masih baru,bukankah itu terlalu indah untuk sebuah dosa???. 

Masih aku rasakan dinginnya air yang mengendap di savana. 

Diantara butiran-butiran pasir dan kerikil,putih,bersih dan jernih. 

Sampai ketika waktu menyapa setiap garis tipis yang melingkar indah di pelukkanku. 

Dan aku tak mampu menghadang beratnya rindu. Kubiarkan tetap menyiksa indah. 

Makin menjadi-jadi, hanya semilir angin, hanya kuncup-kuncup edelwis tergeletak, menemani sentuhan-sentuhan rasa dengan keabadiannya.

Related Post



Post a Comment